BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Awal masuk sekolah pasti ada MOS yaitu Masa Orientasi Siswa.
Aku menginjak ke SMP, bersama teman-teman SD ku dulu aku berkumpul dan
membicarakan tentang MOS. “Gadis…,” begitu teman-teman memanggilku.
“teman-teman,” kataku menghampiri mereka. “kamu gugus mana?” tanya Vhe,
temanku. “ini aku cari-cari namaku gak ketemu-ketemu,” kataku mengusap keringat
yang membasahi wajahku. “ya udah kita cari sama-sama yuk,” ajak Ze, temenku.
Kami bertiga mencari namaku yang semenjak tadi tak ketemu-ketemu. “Gadis, sini
deh,” kata Ze memanggilku. “ada namaku?” tanyaku penasaran. “ini nih kita satu
gugus, Gadis Grittenatha Gladia, Zeazahra Modhyantias, Vhealovin Jhuastian,”
kata Ze membaca nama kita bertiga. “wah, hebat kau Ze. Dari tadi aku cari-cari
gak ketemu,” kataku memuji Ze. “ya udah kita masuk yuk,” ajak Vhe.
B. RUANG
LINGKUP
Penulis hanya
membahas tentang awal mula gadis jatuh cinta kepada reza. Tetapi pada akhirnya
gadis mengetahui bahwa reza telah memiliki pacar.
C. TUJUAN PENULISAN
Bertujuan untuk
membantu para pembaca agar lebih memahami isi cerpen tersebut dan belajar cara
mengikhlaskan seseorang
BAB II
MATERI
Dia Bukan Untukku
Awal masuk sekolah pasti ada MOS yaitu Masa Orientasi Siswa.
Aku menginjak ke SMP, bersama teman-teman SD ku dulu aku berkumpul dan
membicarakan tentang MOS. “Gadis…,” begitu teman-teman memanggilku.
“teman-teman,” kataku menghampiri mereka. “kamu gugus mana?” tanya Vhe,
temanku. “ini aku cari-cari namaku gak ketemu-ketemu,” kataku mengusap keringat
yang membasahi wajahku. “ya udah kita cari sama-sama yuk,” ajak Ze, temenku.
Kami bertiga mencari namaku yang semenjak tadi tak ketemu-ketemu. “Gadis, sini
deh,” kata Ze memanggilku. “ada namaku?” tanyaku penasaran. “ini nih kita satu
gugus, Gadis Grittenatha Gladia, Zeazahra Modhyantias, Vhealovin Jhuastian,”
kata Ze membaca nama kita bertiga. “wah, hebat kau Ze. Dari tadi aku cari-cari
gak ketemu,” kataku memuji Ze. “ya udah kita masuk yuk,” ajak Vhe.
Hari pertama MOS itu sangat membosankan bagiku. Apa lagi harus
berpanas-panasan untuk upacara pembukaan MOS. Banyak korban pingsan di lapangan
sekolah itu. Tenggorokanku mulai kering dan sungguh membuat kepalaku menjadi
pusing. Tak lama, aku merasa sudah tak berdaya dan jatuh pingsan. Tak lama aku
membuka kedua mataku dan ternyata aku berada di UKS sekolah. Bersama anggota
PMR yang menjadi kakak kelasku waktu itu. Aku masih lemas untuk beranjak dari
tempat tidur. Dua sahabatku datang menjengukku. Dan aku di tuntutnya untuk
berjalan menuju kelas.
Sampai di kelas aku menerima materi awal-awal perkenalan.
Kutatap wajah seorang cowok yang berada di seberang mejaku saat itu. Sebelum
materi di mulai, absensi siswa MOS saat itu di percepat. Berpasang-pasangan.
Dan tak kusangka namaku dipanggil dan cowok yang berada di sampingku tadi juga
maju dan ternyata dia bernama Arezaldhi Birasanjaya. Setelah tanda tangan
kehadiran, kami kembali ke tempat duduk semula.
Materi pembelajaran untuk jam pertama sudah usai saatnya
istirahat. Aku, Vhe, dan Ze menyergap kantin sekolah dan berdesak-desakan. Dan
kulihat lagi cowok yang mempunyai nama Arezaldhi Birasanjaya sedang asyiknya
ngobrol dengan teman barunya di depan kelas. Sepertinya aku merasakan yang
namanya cinta pada pandangan pertama. Sudah 15 menit waktu untuk istirahat.
Waktunya masuk kembali untuk bermain dan belajar.
MOS sudah berjalan tiga hari. Hari ini adalah hari terakhir
MOS. Dengan aturan hari ini, aku memakai kaos kaki berbeda warna, dengan rambut
yang di kucir sangat banyak seperti orang gila. Semua murid MOS mengikuti
upacara penutupan MOS. Hari yang panas. Terasa seperti di panggang. Banyak
korban pingsan di lapangan itu. Akhirnya upacara penutupan MOS dipercepat.
Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Bisa bertemu
banyak teman baru. Mereka semua baik kepadaku. Saat aku berkenalan dengan salah
satu temanku yang bernama Algea Radista, mataku teralihkan oleh satu sosok yang
mungkin pernah aku kenal. Saat ku tatap pekat wajahnya ternyata dialah
Arezaldhi Birasanjaya. “Dia kan,” gumamku dalam hati. “halo?Kenapa melongo gitu
Dis?” tanya Gea sambil melambai-lambaikan tanganya di depan wajahku. “emm,” aku
tersentak olehnya. “kenapa?” tanya Gea penasaran. “oh, ga… gak pa… papa,”
kataku gagap. Gea memandangiku dengan wajah bingung. Seperti otaknya penuh
dengan tanda tanya. “Gadis…,” sapa Ze dan Vhe. “ehh kalian,” kataku memandang
Ve dan Zhe. Vhe dan Ze tersenyum manis kepada Gea. “ini Gea,” kataku
memperkenalkan. “aku Vhe,” kata Vhe memperkenalkan dirinya. “aku Ze,” kata Ze
juga memperkenalkan dirinya. “so beautiful,” kata Vhe memuji kecantikan Gea.
“thank you very much,” kata Gea menjawab pujian Vhe dengan malu.
Aku, Vhe, Ze, dan Gea sudah berteman sangat lama. Sudah lima
bulan aku masuk di kelas 7 C. Bersama-sama dengan ketiga sahabatku itu.
Tiba-tiba perbincanganku tersentak oleh sosok cowok yang memasuki kelasku.
Dia…… Dia…… “Dis, kenapa melongo?” gertak Ze. “eemm, eh, eng… enggak papa,”
kataku gugup. “kenapa sih?” tanya Gea. “iya, pelit banget gak mau ngasih tau,”
tanya Vhe semakin mendesak. Mereka bertiga melihatku memandangi Arezaldhi sejak
tadi. “oo, itu toh yang buat kamu melongo,” ucap Gea menggentakkan jantungku.
“siapa, mana?” kataku bertanya-tanya dengan ragu. “itu tuh,” kata Gea
menyenggol lenganku dan melirik Arezaldhi. “apaan?”. “sok gak tau nih,” gertak
Gea lagi. Aku semakin salah tingkah dibuatnya. Sosok cowok itu pun pergi
meninggalkan kelasku. “siapa emangnya?” tanya Vhe dan Ze bersamaan.
“Arezaldhi,” kata Gea. “kamu suka ya Dis?” tanya Ze ingin tau. “sok tau kamu
Ge,” kataku. “uhuui, jatoh ci’inta agi,” ledek Ze. “apaan sih kalian?” kataku
meninggalkan mereka bertiga yang semakin meledekku.
Suatu hari acara ulang tahun sekolahku. Setiap kelas harus
menampilkan minimal satu pementasan. Semua teman kelasku memilihku untuk
menyanyi solo. Tapi aku seorang remaja yang demam panggung. Dan aku pun
ditemani oleh Gea yang suaranya lumayan bagus walaupun nggak sebagus suaraku…
hehehe J. Malam ulang tahun itu tiba yang memang bertepatan dengan hari ulang
tahunku. “grogi aku Ge,” kataku sambil gemeteran. “enjoy saja Dis,” kata Gea
memberiku semangat. “aku bener-bener demam panggung,” kataku dengan keringat
dingin. “nanti ada Reza kan yang ngeliat?” ejek Gea. “jadi nama panggilanya
Reza,” kataku sedikit tersenyum. “iya.” Hari yang membuatku di selimuti oleh kegerogian
yang luar biasa. Karena aku dan Gea akan mewakili kelasku untuk memberikan
penampilan yang terbaik.
Acara itu pun dimulai. Dimulai dari kelas 9 lalu dilanjutkan
kelas 8 lalu menuju kelas 7. Penampilan yang begitu spektakuler telah
ditampilkan dengan penuh semangat. Beribu-ribu tepuk tangan mengiri suasana
tersebut. Tiba giliran kelas 7 C yang menampilkan aktrasinya. Jantungku semakin
berdebar dengan kencang. Keringat bercucuran ke seluruh badan. Dengan genggaman
erat tangan Gea aku dengan gugupnya menaiki panggung dan mengecek mikrofon.
Tepuk tangan pun mulai terdengar. Seolah aku tak bisa membayangkan diriku
nanti. Dentuman musik R&B mulai terdengar. Dalam hitungan detik syair lagu
akan mulai dinyanyikan. Gea dengan semangat dan PD-nya menari-nari happy,
sedangkan aku … ????
Keringat bercucuran dari tubuhku. Keringat dingin
menyelimuti seluruh tubuhku. Dengan perasaan yang tak karuan aku mulai
melantunkan lagu kesukaanku itu. Siswa-siswa bertepuk tangan lama kelamaan aku
merasa semakin enjoy. Saat aku menyanyi, aku melihat Reza tersenyum kepadaku.
Aku membalas senyumanya yang tak kalah manis hehe J. Lagu itu pun usai ku
nyanyikan. Pertunjukan kurang dua kelas lagi. Ada yang dans, drama, nyanyi,
pelawak, sampai dengan band.
Hari itu hari yang menyenangkan bagiku. Melihat ia tersenyum
kepadaku membuatku semakin bersemangat. “Gadis,” sapa Ze. “Eh, Ze. Yang lain
kemana?” kataku balik tanya. “tuh,” kata Ze menunjuk Vhe dan Gea. Vhe dan Gea
melambaikan tanganya kepadaku dan Ze. Tiba-tiba Ze menarik tanganku
meninggalkan tempat itu. “Gadis, Ze. Mau kemana?” tanya Gea. “bentar aja,”
teriak Ze dari kejauhan. Gea mengajakku ke tempat yang sepi, dan Ze tampak
serius memandangku. “apa kamu bener suka Reza?” tanya Ze menatap kedua mataku.
Aku tidak tau harus berkata apa. Semua kebingunan merasuki otakku. Aku terdiam
mematung. “iya,” kataku lirih.
“aku punya informasi tentang si Reza itu,” ungkap Ze. “info
apa?” tanyaku kebingungan. “dia sudah mempunyai pacar,” kata Ze berbisik
kepadaku. “kamu tau dari siapa?” tanyaku sedih. “kamu tau Viona Adelima kan?”
kata Ze menguatkan. “ya.” “dialah pacarnya,” kata Ze. Aku sedikit ragu dan
meneteskan air mata. “kenapa aku mencintai orang yang salah selama ini?” kataku
menambah tangisanku. Isak tangisku terdengar oleh Vhe dan Gea. “kenapa dia?”
tanya Vhe dan Gea. “kamu tidak salah mencintai dia tetapi kamu hanya belum
beruntung mendapatkanya,” hibur Ze. Ze berbisik kepada Gea dan Vhe atas semua
ini. “sudahlah Dis, kenapa harus menangis karena cinta?” hibur Gea. “iya, dia
bukan sosok yang baik untuk kamu. Banyak cowok yang mau sama kamu di luar sana.
Bahkan lebih baik dari Reza,” ungkap Vhe memberi semangat. Aku terharu dengan
semuanya. Aku memeluk erat tubuh ketiga sahabatku itu dengan penuh keikhlasan
dan aku tau dia bukanlah untukku.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
cerita
ini adalah cerita atau parasi (bukan
analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek).
B. SARAN
Adapun
saran yang penulis berikan ialah :
Agar para pembaca dapat memahami isi cerpen.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar