BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah
satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan
keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan
sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum
yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu,
penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan
hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi
kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
§ Definisi Keuangan Negara?
§ Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
§ Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
§ Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
§ Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat ?
§ Pelaksanaan APBN dan APBD ?
§ Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?
1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1) Definisi Keuangan Negara
2) Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4) Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
5) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6) Pelaksanaan APBN dan APBD
7) Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
1.4. Sistematika Penulisan Makalah
Adapun penulisan makalah ini memiliki sistmatika:
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN:
1.1.Latar Belakang Penulisan Makalah
1.2.Tujuan Penulisan Makalah
1.3.Identifikasi Penulisan Makalah
1.4.Sistematika Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN:
2.1. Definisi Keuangan Negara
2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
BAB III PENUTUP:
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Keuangan Negara
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala
bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat
lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi
obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan
Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa
uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan
Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang
dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan
dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub
bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional,
terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar
1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum
yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas
spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
� akuntabilitas berorientasi pada hasil;
� profesionalitas;
� proporsionalitas;
� keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
� pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya
prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab
VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam
Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain
menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan
untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk
membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal
dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu
Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer
(CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga
pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar
terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai
rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang
ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan
peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka
pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan
dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai
penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja
negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi
kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil
memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari
duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas
kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah
tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi
kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah
yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis
kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran
agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan
dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar
akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja
rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja
rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan
penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah
menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan
anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam
penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri
dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)
sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat
akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran
tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran
dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di
DPR/DPRD.
2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan
negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan
lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara
pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral
berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya
kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah
daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman
luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal
kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi
kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam
keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di
dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan
kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja
pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian
negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana
perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan
keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD,
pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi
semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan
evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan
APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur
perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif
antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya
terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan
atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan
pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam
Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi
manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang
tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai
konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit
organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam
UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut
dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan
atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang
bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang
siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau
menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab
secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.
Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan
negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
· Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
· Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
· Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
· Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
· Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
· Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
· Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
· Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
· Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
· Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
· Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
· Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
· Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
· Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
· Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
· Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
· Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.2. Saran-Saran
Ø Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan
Negara yang dikelola pejabat setempat.
Ø Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak
seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar