I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam konteks ini, tolok-ukur
suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau
tidak, akan sangat ditentukan
oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam
komunitas itu sendiri. Oleh karena
itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan
nilai-nilai dan/atau norma-norma
sosial harus dikemukakan ol eh sebagian besar (mayoritas) dari
anggota komunitas. Menyongsong
tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di Indonesia
akan tetap ada, tumbuh dan/atau
berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
1) Narkoba
2) Korupsi
3) Bencana Alam
4) Kenakalan remaja
5) Penggusuran
6) Disorganisasi keluarga
1.3. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
1) Sebagai tugas dari guru bidang studi sosiologi
2) Sebagai bahan referensi pengetahuan tentang masalah social,
3) Sebagai pengenalan terhadap pola hidup social,
4) Sebagai antisifasi terhadap masalah social itu sendiri,
5) Untuk menindaklanjuti masalah social yang terjadi di seputar
kita,
1.4. PENUTUP
• Kesimpulan
• Saran-saran
1.5. DAFTAR PUSTAKA
II. PEMBAHASAN
2.1. Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari
narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang
diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik “narkoba”
atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan
bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah
psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau
obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan
akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.
Penyebaran
Hingga kini penyebaran narkoba
sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat
dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah,
diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal
ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering
dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari
kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang
terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah
penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua
diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Efek
• Halusinogen,
efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis
tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat
suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain &
LSD
• Stimulan
, efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung
dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan
seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang
pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu
• Depresan,
efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi
aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw
• Adiktif
, Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi
karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat
pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam
otak,contohnya ganja , heroin , putaw
• Jika
terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam
tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan
overdosis dan akhirnya kematian
Jenis
• Heroin
atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid.
Heroin adalah derivatif
3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya adalah diasetilmorfin) dan
disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya adalah
garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan.
• Ganja
(Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil
serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya,
tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya
mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab).
Ganja menjadi simbol budaya
hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan
dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga
didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan
negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah
dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual
penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan
dengan meminum Bhang.
Kontroversi
Di beberapa negara tumbuhan ini
tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan,
berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak
sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Diantara
pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa gembira)
yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para
pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah
bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban
dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak
sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical
marijuana dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit,
dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak
yang menyatakan adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya
(terutama pada para seniman dan musisi.
Berdasarkan penelitian terakhir,
hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis ganja yang
digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah
hasil silangan modern “Cannabis indica” yang berasal dari India dengan
“Cannabis sativa” dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang
merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam
terhadap setiap individu, dimana dalam golongan tertentu ada yang merasakan
efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi
aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek
yang dihasilkan Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah
terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu
dianggap sebagai tanaman luar biasa, dimana hampir semua unsur yang ada padanya
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang
dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol,
yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik,
dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan
obat-obatan kimia buatan manusia itu.
Pemanfaatan
Tumbuhan ganja telah dikenal
manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat
yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak.
Namun demikian, karena ganja juga
dikenal sebagai sumber narkotika dan kegunaan ini lebih bernilai ekonomi, orang
lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat disalahgunakan.
Di sejumlah negara penanaman
ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa negara lain, penanaman ganja
diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah varietas
yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada
sama sekali.
Sebelum ada larangan ketat
terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum
disajikan.
Bagi penggunanya, daun ganja
kering dibakar dan dihisap seperti rokok, dan bisa juga dihisap dengan alat
khusus bertabung yang disebut bong.
• Budidaya
Tanaman ini ditemukan hampir
disetiap negara tropis. Bahkan beberapa negara beriklim dingin pun sudah mulai
membudidayakannya dalam rumah kaca.
• Morfin
adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang
ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk
menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan
kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga
mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Morfin
menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien morfin
juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Kata “morfin” berasal dari
Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani.
• Kokain
adalah senyawa sintetis yg memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.
Kokain merupakan alkaloid yang
didapatkan dari tanaman Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan,
dimana daun dari tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan “efek stimulan”.
Saat ini Kokain masih digunakan
sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokain
diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan morfin dan heroin
karena efek adiktif.
2.2.Korupsi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini membutuhkan catatan
kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel
ini dengan menambahkan catatan kaki.
Indeks persepsi korupsi di 2007.
Biru menunjukkan sedikit korupsi, merah menunjukkan banyak korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik,
baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan
melawan hukum;
• penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa
jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• memberi
atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan
dalam jabatan;
• pemerasan
dalam jabatan;
• ikut
serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
• menerima
gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi
atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana
pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang
politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau
tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau
wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya
korupsi
• Konsentrasi
kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya
transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal.
• Proyek
yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
• Lemahnya
ketertiban hukum.
• Lemahnya
profesi hukum.
• Kurangnya
kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji
pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Rakyat
yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.
Dampak negatif
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan
serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit
demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan
perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan
sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke
proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan
pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika
dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar
bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali
dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari
semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan,
melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari
Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah
utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau
kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis
Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan
politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset
2.3. Bencana Alam
Gempa bumi Yogyakarta 2006
Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006
adalah peristiwa gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama
57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States
Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter[1].
Lokasi dan kerusakan yang diakibatkan
Lokasi gempa
Lokasi gempa menurut Badan
Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di
koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut
BMG, posisi episenter gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada
kedalaman 33 km.itu di release sesaat terjadi gempa. Setelah data dari berbagai
Stasiun yang dipunyai jejaring BMG dan dilakukan perhitungan, update terakhir
BMG menentukan pusat gempa berada di 8.03 LS dan 110,32 BT(update ke tiga) pada
kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3 SR Mw
(Magnitude Moment).USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada
kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan
yang digunakan berbeda-beda.
Secara umum posisi gempa berada
sekitar 25 km selatan-barat daya Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km
selatan-tenggara Pekalongan dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Walaupun
hiposenter gempa berada di laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga
dapat dirasakan di Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran
juga sempat dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Ngawi,
Madiun, Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.
Gempa susulan
Gempa susulan terjadi beberapa
kali seperti pada pukul 06:10 WIB, 08:15 WIB dan 11:22 WIB. Gempa bumi tersebut
mengakibatkan banyak rumah dan gedung perkantoran yang rubuh, rusaknya
instalasi listrik dan komunikasi. Bahkan 7 hari sesudah gempa, banyak lokasi di
Bantul yang belum teraliri listrik. Gempa bumi juga mengakibatkan Bandara Adi
Sutjipto ditutup sehubungan dengan gangguan komunikasi, kerusakan bangunan dan
keretakan pada landas pacu, sehingga untuk sementara transportasi udara
dialihkan ke Bandara Achmad Yani Semarang dan Bandara Adisumarmo Solo.
Seorang lelaki di antara
puing-puing rumahnya
Gedung-gedung yang rusak parah
• Mall
Saphir Square mengalami kerusakan parah di lantai 4 dan 5. Tembok depan Mall
lantai tersebut roboh hingga berlubang, kanopi teras Mall ambruk dan menimpa
teras Mall yang sebagian ikut roboh.
• Mall
Ambarukmo Plaza, yang saat itu belum lama dibuka, mengalami kerusakan tak
terlalu parah. Beberapa bagian tembok terlihat retak-retak dan terkelupas.
• GOR
Universitas Ahmad Dahlan mengalami kerusakan parah. Atap GOR roboh dan hanya
tersisa tembok di sisi-sisinya.
• STIE
Kerja Sama di Jl. Parangtritis rusak sangat parah.
• ISI
(Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, Jl. Parangtritis Km.6,5 kerusakan sangat
parah.
Situs kuno dan lokasi wisata yang
rusak
• Candi
Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup sementara untuk
diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang dialami candi prambanan
kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian gunungan candi dan rusaknya beberapa
batuan yang menyusun candi
• Makam
Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Beberapa kuburan di Imogiri
amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian tembok dan bangunan makam yang
runtuh, juga hiasan-hiasan seperti keramik yang pecah.
• Salah
satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu bangsal Trajumas yang menjadi simbol
keadilan ambruk.
• Candi
Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan
berarti
• Obyek
Wisata Kasongan mengalami kerusakan parah saperti Gapura Kasongan yang patah di
kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan keramik yang sebagian besar rusak
berat bahkan roboh.
Kerusakan Mall Shapir Square
Sebuah mobil rusak di Imogiri
Kerajinan keramik di Kasongan
berantakan
Gedung BPKP roboh di satu sisinya
Sebab dan peristiwa sejenis
Letak Indonesia yang berada di
antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia dan
lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap
kali diterpa bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sebelumnya gempa
terjadi di Sumatra pada 28 Maret 2005 menewaskan 361 orang serta gempa bumi dan
tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 129.498 orang dan 37.606
lainnya hilang.
Meskipun pada saat bersamaan
Gunung Merapi yang juga berada di sekitar daerah tersebut sedang meletus, namun
para pakar menyatakan kedua peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai
sebuah sebab-akibat. Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak
berhubungan dengan kejadian gempa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya
anomali aktivitas yang mencolok sesaat setelah gempa.
Penanganan dan bantuan
Setelah peristiwa tersebut,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memerintahkan Panglima TNI Marsekal
TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan pasukan di sekitar Yogyakarta dan
sekitarnya untuk melakukan langkah cepat tanggap darurat. Rombongan presiden
sendiri langsung terbang pada sorenya dan menginap malam itu juga di
Yogyakarta.
Wakil Presiden Jusuf Kalla
mengatakan beberapa negara sudah menyatakan komitmen bantuan antara lain
Jepang, Inggris, Malaysia, Singapura, Prancis serta UNICEF.
Berbagai negara telah menawarkan
bantuan, di antaranya adalah Britania Raya menyumbang sebanyak 5,6 juta dolar
AS, Australia 3 juta dolar Australia, RRC 2 juta dolar AS, Amerika Serikat 2,5
juta dollar AS, Uni Eropa 3 juta euro, Kanada 2 juta dolar Kanada dan Belanda 1
juta euro. Sementara Jepang dan UNICEF menawarkan berbagai bantuan langsung.
Palang Merah Internasional, Bulan Sabit Merah, OXFAM dan UNICEF telah memberikan
sejumlah tenda dan perbekalan darurat kepada para korban. Jepang, Singapura dan
Malaysia diinformasikan akan mengirimkan tim ke wilayah bencana.
Sementara itu dari Vatikan, Paus
Benediktus XVI, Sabtu, 27 Mei saat sedang mengadakan lawatan ke Polandia, menyampaikan
duka cita mendalam kepada korban gempa bumi di Yogyakarta dan meminta agar regu
penyelamat terus melakukan upaya pertolongan. Pernyataan duka cita disampaikan
Paus melalui telegram kepada Sekretarisnya Kardinal Angelo Sodano.
Dari dalam negeri Palang Merah
Indonesia memberikan respon yang cepat melalui cabang-cabangnya di tingkat
kota/kabupaten terdekat. Mereka melakukan tindakan-tindakan pertolongan
darurat; salah satunya dengan mendirikan Rumah Sakit Lapangan di Lapangan Dwi
Windu di Bantul.
Tidak kalah pentingnya adalah
dinamika dan empati masyarakat Yogyakarta yang membantu ke wilayah bencana.
Bantuan ini terus berlangsung sampai tahap rehabilitasi dan rekontruksi
dicanangkan. Sebagian besar sivitas akademika berbagai universitas juga mendirikan
posko bantuan kemanusiaan. Pusat studi berbagai universitas terlibat dalam
dinamika penanggulangan bencana ini. Antara lain Pusat Studi Mitigasi Bencana
ITB Bandung, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Pusat Studi
Bencana Alam UGM, CEEDED Universitas Islam Indonesia.
2.4. KENAKALAN REMAJA
TAWURAN PELAJAR : SEBUAH POTRET
KEGAGALAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA
Gimana sich menyikapi tawuran
pelajar yang marak di kota kita ? trus bagaimana peranan sistem pendidikan kita
? ikuti artikel ini
Faktor Psikologis dalam Belajar
Mungkin kita sudah mengetahui
belajar bukan hanya berkaitan dengan faktor yang bersifat fisik saja, seperti:
meja belajar yang nyaman, penerangan yang memadai, catatan yang rapi, dan lain
sebagainya. Ada hal lain yang juga sangat menentukan dalam keberhasilan belajar
sehingga harus kita perhatikan juga, yaitu berkaitan dengan faktor yang
bersifat psikologis. …..
“The Lost Of Society” Oleh :
Jamalludin Malik
Dengan munculnya banyak persoalan
yang menerpa negara Indonesia akhir-akhir ini, mungkin kita akan
bertanya-tanya, apa kiranya yang menyebabkan permasalahan bangsa sedemikian
peliknya, hingga praktek “homo homini lupus” (manusia menjadi serigala bagi
manusia lainnya) sepertinya tampak dilegalisasikan. Terlebih lagi, praktek
“homo homini lupus” seakan-akan telah menjadi “kultur” bagi kebanyakan para
elit politik di negara ini oleh karena prilaku elit politik di Indonesia memang
memiliki kemiripan dengan “mental serigala”. Sehingga tanpa disadari ada proses
transformasi kultur (homo homini lupus) dari elit politik ke masyarakat.
2.5. PENGGUSURAN
Penggusuran Kembali Ancam Warga
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga perumahan liar di Taman
BMW, Jakarta Utara, menyelamatkan barang-barang mereka saat alat berat mulai
membongkar rumah-rumah, Minggu (24/8/2008).
Artikel Terkait:
• Digusur,
586 Rumah di Kalibaru Cilincing
• Gusur
Kafe di Jalur Hijau
• Bakal
Digusur, Warga Semper Minta Perlindungan Komnas HAM
• Wagub:
Hentikan Penggusuran, Dengar Aspirasi Warga
Jumat, 21 Agustus 2009 | 17:43
WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pesta
demokrasi telah usai. Setelah melalui proses gugat-menggugat, akhirnya Mahkamah
Konstitusi menetapkan pasangan capres-cawapres Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono sebagai pemenang pemilu. Di hadapan para kader dan simpatisan,
presiden terpilih SBY mengatakan, kemenangannya itu adalah milik semua rakyat
Indonesia. Benarkah demikian? Jawaban relatif. Yang jelas, seusai pesta
demokrasi itu, penggusuran di sejumlah titik kembali mengancam warga.
Setidaknya hal ini terjadi di wilayah Jakarta Utara.
Sekitar 300 kepala keluarga yang
tinggal di bantaran Kali Adem, Pluit, Jakarta Utara, kembali resah. Isu
penggusuran mengemuka lagi, setelah sempat vakum sejak Desember 2008. Pada
waktu itu, warga sempat menerima surat perintah penggusuran dari pihak
kelurahan Pluit. “Namun, kami berhasil bertemu dengan Wakil Wali Kota Jakarta
Utara Atma Senjaya pada bulan Februari 2009. Saat itu, ada komitmen untuk
menunda penggusuran hingga pemilu usai,” ujar pendamping warga Kali Adem, Dhoho
Ali Sastro, yang juga Direktur Pemberdayaan Hukum Masyarakat dan Penanganan
Kasus LBH Masyarakat pada acara mediasi kasus penggusuran, Jumat (21/8) di
Komnas HAM, Jakarta.
Dhoho mengkritisi Pemkot Jakarta
Utara yang tidak solutif dalam melakukan relokasi warga yang mayoritas
berprofesi sebagai nelayan tersebut. Dhoho meminta, dalam merelokasi warga,
pemkot memberikan lebih banyak opsi bagi warga. “Solusi yang kami ajukan
adalah, warga diberikan empat pilihan, seperti yang berhasil kami himpun, yaitu
pindah ke rumah susun, pulang kampung, penataan ulang di lokasi, atau pindah ke
lokasi lain,” ujar Dhoho.
Melalui kesempatan itu, Wakil
Wali Kota Jakarta Utara Atma Senjaya, yang hadir pada acara mediasi tersebut,
mengatakan akan menampung masukan tersebut. “Empat opsi itu tidak masalah. Tapi
gubernur perlu berbicara dengan Departemen Pekerjaan Umum dulu,” ujar Atma.
Hal yang sama menimpa sekitar
4.400 warga yang bermukim secara ilegal di sepanjang rel kereta api, mulai dari
Stasiun Jakarta Kota-Stasiun Tanjung Priok-Stasiun Senen, sejak 11 tahun lalu.
Pada bulan akhir Juli lalu muncul kembali isu penggusuran. Padahal, menurut
pendamping warga, Edi Saidi dari Urban Poor Consortium (UPC), warga telah
pindah di luar tembok lintasan kereta api. Alhasil, warga pun turun ke jalan
dan berdemonstrasi pada tanggal 29 Juli silam sehingga penggusuran batal.
“Padahal, warga telah bersedia menata diri dan melakukan penghijauan,” tambah
Edi.
Menanggapi hal ini, Atma
menyarankan warga dan pendamping agar mengajukan permohonan ke Dinas Pertamanan
dan Dinas Tata Ruang Pempprov DKI Jakarta yang memiliki kewenangan terhadap
lahan di luar tembok lintasan kereta api. Warga Kali Adem dan sekitar lintasan
rel kereta api tidaklah sendiri.
Menurut data yang dilansir
Jaringan Rakyat Miskin Kota dan UPC, sekitar 150 KK warga daerah Budi Darma RT
03 RW 03, Semper Timur, dan 79 KK warga RT 16 RW 07, Semper Barat, pun
menghadapi hal yang sama. Kendati mereka tinggal di tempat yang tidak sesuai
peruntukannya, Edi kembali menegaskan agar pemerintah melibatkan partisipasi
warga dalam hal relokasi. Anggota Komnas HAM Nur Kholis, yang memimpin mediasi
ini, mengatakan akan mempelajari pengaduan ini serta akan mempertemukan
pihak-pihak terkait.
Sent from Indosat BlackBerry
powered by
2.7. DISORGANISASI KELUARGA
Disorganisasi Keluarga
Keluarga adalah sejumlah orang
yang bertempat tinggal dalam satu atap rumah dan diikat oleh tali pernikahan
yang satu dengan lainnya memiliki saling ketergantungan. Keluarga merupakan
lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja
akan optimal apabila mereka bersama keluarganya.
Secara umum keluarga memiliki
fungsi (a) Reproduksi, (b) Sosialisasi, (c) Edukasi, (d) Rekreasi, (e) Afeksi,
dan (f) Proteksi. Sehingga pengaruh keluarga sangat besar terhadap pembentukan
pola kepribadian anak. Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian
pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi antara keluarga dengan anggotanya,
dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya, dan lain-lain.
Kemampuan berfungsi sosial secara
positif dan adaptif bagi sebuah keluarga yang ideal salah satunya jika berhasil
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam
sosialisasi terhadap anggota keluarganya. Namu, jika keberfungsian sosial
keluarga itu tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya
disorganisasi keluarga yaitu adanya perpecahan dalam keluarga. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan pola perilaku anak, biasanya sering mengarah ke dalam
hal-hal yang negatif seperti kenakalan remaja.
Pada kenyataannya, tidak semua
keluarga dapat memenuhi gambaran ideal sebuah keluarga yang baik. Perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya dewasa ini telah banyak memberikan hasil yang menggembirakan
dan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pada waktu
bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang tidak menguntungkan
bagi keluarga. Misalnya adanya gejala perubahan cara hidup dan pola hubungan
dalam keluarga karena berpisahnya suami/ ibu dengan anak dalam waktu yang lama
setiap harinya. Kondisi yang demikian ini menyebabkan komunikasi dan interaksi
antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan
yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karier dan
materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam
keluarga.
Dalam kaitannya dengan
permasalahan remaja, rintangan perkembangan remaja menuju kedewasaan itu
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi anak di waktu kecil di
lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat, di mana anak itu hidup dan
berkembang. Jika seorang individu dimasa kanak-kanak mengalami rintangan hidup
dan kegagalan, maka frustasi dan konflik yang pernah dialaminya dulu itu
merupakan penyebab utama timbulnya kelainan-kelainan tingkah laku seperti
kenakalan remaja, kegagalan penyesuaian diri dan kelakuan kejahatan. Ekspresi
meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap bingung, agresivitas yang meningkat
dan rasa superior yang terkadang dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang
negatif seperti pasif terhadap segala hal, apatis, agresif secara fisik dan
verbal, menarik diri dan melarikan diri dari realita ke minuman alkohol, ganja
atau narkoba, dan lain-lain.
Dewasa ini permasalahan remaja
masih cukup menonjol, baik kualitas maupun kuantitasnya. Tidak kurang Presiden
RI, Soesilo Bambang Yudhoyono, mengkhawatirkan kondisi remaja pada saat ini.
Dikemukakan bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain disebabkan
pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus
narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja
(Media Indonesia , 30 Juni : 16). Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa
jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi
bahwa jumlah postitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281
orang. UNICEF Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto
menyebutkan angka 87.000 pelacur anak atau 50 % dari total penjaja seks (Sri
Wahyuningsih, 2006).
Berdasarkan penelitian sebelumnya
tentang “ Kenakalan remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan
Keberfungsian keluarga” yang ditulis oleh Masngundi HMS bahwa ternyata terdapat
hubungan negatif antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Yang
artinya semakin meningkatnya keberfungsian keluarga dalam melaksanakan tugas
kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan
anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah.
Kebiasaan anggota keluarga yang
lebih tua, terutama orang tua, sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang
dimiliki anak. Pertama-tama anak akan melakukan penipuan atau imitasi terhadap
perilaku orang lain, terutama orang terdekatnya. Bila dalam komunikasi keluarga
banyak nilai-nilai kekerasan dan diskriminasi, maka anak akan menirunya.
Misalnya terjadi kekerasan kepada isteri, maka anak-anak akan meniru pola ini
hingga dewasa, sampai ada penyadaran yang kuat baik diri sendiri maupun lingkungan
yang mendukung untuk menghentikan kekerasan itu.
Tentang normal tidaknya perilaku
kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile
Durkheim (Soerjono, Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat
kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal
dalam bukunya “Rules of Sociological Methode” dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan
demikian perilaku dikatakan normal karena tidak mungkin menghapusnya secara
tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut
tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam
batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak sengaja.
Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/ jahat
yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya
tentang “Potret Kehidupan Remaja Pengguna Narkoba di PPI Surabaya Utara” yang
mana menyebutkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pertama
disebabkan oleh pola pengasuhan, pengawasan serta perhatian orang tua terhadap
anaknya kurang. (Sukartini, 2006 : 5)
Akhir-akhir ini banyak kita
jumpai permasalahan mengenai disorganisasi keluarga, diantaranya adalah
perceraian. Kasus perceraian pasangan suami isteri sudah mencapai angka yang
sangat menghawatirkan, jadi bisa dibayangkan betapa sebenarnya banyak keluarga
di sekitar kita mengalami satu fase kehidupan yang sungguh tidak diharapkan.
Perceraian senantiasa membawa dampak yang mendalam bagi anggota keluarga
meskipun tidak semua perceraian membawa dampak yang negatif.
Fenomena kekerasan ini dalam
kehidupan sehari-hari tidak hanya terjadi pada sektor domestik atau urusan rumah
tangga (Domestic violence), tetapi juga terjadi pada sektor publik atau
lingkungan kerja (Public violoence). Sebutlah kekerasan fisik sampai pada
sangsi sosial atau psikologis.
Hal ini senada dengan data yang
dihimpun oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK. Dalam laporannya, selama 4
bulan awal 2007, LBH APIK menerima lapioran sebanyak 140 kasus. Dari total
laporan kasus tersebut, 83 diantaranya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), 26 kasus perceraian dan hak setelah bercerai, 10 kasus ingkar
janji, 6 kasus ketenagakerjaan, serta 2 kasus nikah di bawah tangan. Sementara
itu, kasus pemalsuan surat nikah, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan terjaring
operasi yustisi masing-masing tercatat 1 laporan. Sedeangkan 9 laporan sisanya
dalam kategori kekerasan lain-lain.
Dari jumlah laporan tersebut,
jenis kekerasan psikis dan ekonomi menempati posisi teratas, sebanyak 28 kasus.
Kemudian diikuti oleh kekerasan fisik-psikis 21 kasus, serta kekerasan
fisik-psikis-ekonomi 17 kasus. Sisanya masuk kategori kekerasan fisik, psikis,
ekonomi, dan seksual yang berdiri sendiri. Sementara itu, tingkat penyelesaian
seluruh laporan bervariasi. Dari data tersebut, 30 laporan sedang menjalani
proses Perdata, 9 laporan menjalani proses Pidana, 6 laporan dalam tahap Mediasi,
dan 38 sisanya masih dalam konsultasi.
Berawal dari hal tersebut, maka
perlu dicari usaha-usaha untuk menanggulangi perceraian. Agar apa yang
diusahakan dapat berhasil dengan baik maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui faktor determinan penyebab masalah perceraian tersebut.
Perceraian adalah berakhirnya jalinan seorang suami atau isteri dalam sebuah
keluarga untuk melakukan tugas-tugasnya karena suatu sebab.
Menyadari bahwa di satu sisi
keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi tumbuh kembangnya
remaja, pada sisi lain remaja merupakan potensi dan sumber daya manusia
pembangunan di masa depan, maka diperlukan program yang terencana. Program
terencana dimaksud akan dapat dicapai, apabila tersedia data dan informasi yang
obyektif dan aktual tentang permasalahan keluarga maupun remaja. Dalam kerangka
itu diperlukan penelitian ini.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setiap orang memiliki
kecenderungan untuk melakukan perilaku menyimpang dari jalur yang telah
ditentukan berdasarkan norma hukum yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai
tujuannya. Penyimpangan perilaku ini, semata-mata didorong oleh nilai-nilai
social budaya yang dianggap berfungsi sebagai pedoman berperikelakuan setiap
manusia didalam hidupnya. Jadi kelakuan yang menyimpang itu akan terjadi
apabila manusia memiliki kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai
social budaya dari pada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai cita-citanya.
Berpudarnya pegangan orang pada kaidah-kaidah , menimbulkan keadaan yang tidak
stabil dan keadaan tanpa kaidah-kaidah. Hal ini berhubungan erat dengan teori
anomie Durkheim, dimana menimbulkan mentalitas menerabas yang pada hakekatnya
menimbulkan sikap untuk mencapai tujuan secepatnya tanpa banyak berusaha dan
berkorban dalam arti mengikuti langkah-langkah atau kaidah kaidah yang
ditentukan. Berkaitan dengan teori diatas, setiap orang yang berperilaku di
luar kaidah-kaidah yang telah disepakati bersama, dianggap sebagai melawan
kaidah tersebut atau tindakkan menerabas, yaitu melakukan jalan pintas di luar
kaidah yang ada untuk mencapai tujuan dengan cepat. Munculnya perilaku
menyimpang ini disebabkan oleh kaidah kaidah yang ada tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga mendorong orang untuk mengembangkan
konsepsi-konsepsi abstrak yang ada dalam pikirannya untuk mencapai tujuannya
atau mencari identitas diri tanpa memperhitungkan dampak negatifnya.
3.2. Saran
3.2.1. Masyarakat
Agar lebih meningkatkan
pendidikan moral dan pendidikan formal, sehingga memiliki keseimbangan selaras
dalam mengatasi persoalan yang dihadapi yang semakin komplek dan dapat
mengatasi masalah social secara sikap yang terdidik dan berpegang teguh kepada
aturan norma, agama, dan hokum yang berlaku.
3.2.2. Sekolah
Lebih bersikap peduli untuk
mengawasi siswa dan siswi di sekolah serta mampu memberrikan arahan yang tepat
guna dan tepat sasaran sehingga perilaku siswa dan siswi terhindar dari
perilaku menyimpang.
3.2.3. Siswa-siswi
Dapat berpikir rasional dalam
menghadapi masalah yang dihadapi baik itu masalah yang menyangkut emosion
feeling, harga diri, ekonomi, atau masalah lainnya.
Dapat memilih dan memilih sikap
dan tingkah laku yang positip dan tidak mudah terbawa arus budaya yang tidak
jelas yang berefek samping pada penjerumusan.
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal, Penghakiman
Massa: Kajian atas Kasus dan Perilaku (Jakarta: Accompli,
2005).
Bachriadi, Dianto, Ketergantungan
Petani dan Penetrasi Kapital (Bandung: Akatiga, 1995).
Cernea, Michael M., Mengutamakan
Manusia di dalam Pembangunan: Variabel -variabel
Sosiologi di dalam Pembangunan
Pedesaan (Jakarta: UI-Press, 1988).
Eschborn Norbert, et., all.,
Indonesia Today: Problems & Perspetive s (Jakarta: Yayasan Konrad
Adenauer, 2004).
Lewang, Patrice, Ayo Ke Tanah
Sabrang: Transmigrasi di Indonesia (Jakarta: Gramedia,
2003).
Merton, Robert K., Social Theory
and Social Structure , revised and enlarged edition. (USA: The
Free Press, 1961).
Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto,
Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Prenada
Media, 2004).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria,
Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).
Ritzer, George dan Douglas J.
Googman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prenada Media,
2004).
Ritzer, George, Sosiologi Ilmu
Berparadigma Ganda (Jakarta: CV Rajawali, 1980).
Sarjono, Yetty, Pergulatan
Pedagang Kakilima di Perkotaan: Pendekatan Kualitatif (Surakarta:
Muhammadiyah University Press,
2005).
Suwarsono dan Alvin Y. So.,
Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1994).
Sudagung, Hendro Suroyo, Mengurai
Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke
Kalimantan Barat (Jakarta: ISAI
dan Ford Foundation, 2001).
Suyanto, Bagong dan Sutinah,
Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan
(Jakarta: Prenada Media, 2005).
Singarimbun, Masri dan Sofian
Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989).
Strauss, Anselm dan Juliet
Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik -
teknik Teorisasi Data (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2003).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria,
Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar